CARA MEMNDIKAN JUENAZAH
Tata Cara Memandikan Jenazah
Sebagaimana diketahui bahwa ada empat kewajiban yang mesti
dilakukan oleh orang yang masih hidup terhadap orang yang meninggal atau mayit.
Keempat kewajiban itu adalah memandikan, mengafani, menshalati, dan mengubur.
Memandikan mayit adalah proses yang pertama kali dilakukan
dalam memulasara jenazah sebagai tindakan memuliakan dan membersihkan tubuh si
mayit. Tentunya ada aturan dan tata cara tertentu yang mesti dilakukan dalam
memandikan mayit.
Para ulama menyebutkan ada dua cara yang bisa dilakukan dalam
memandikan mayit, yakni cara minimal dan cara sempurna.
Pertama, yakni cara minimal memandikan jenazah yang sudah
memenuhi makna mandi dan cukup untuk memenuhi kewajiban terhadap jenazah.
Secara singkat Syekh Salim bin Sumair Al-Hadlrami menuturkan
dalam kitabnya Safînatun Najâh (Beirut: Darul Minhaj, 2009):
أقل الغسل تعميم بدنه بالماء
Artinya: “Paling sedikit memandikan mayit adalah dengan
meratakan air ke seluruh anggota badan.”
Sedikit lebih rinci secara teknis cara ini dijelaskan oleh Dr.
Musthafa Al-Khin dalam kitab al-Fiqhul Manhaji (Damaskus: Darul Qalam,
2013) dengan menghilangkan najis yang ada di tubuh mayit kemudian menyiramkan
air secara merata ke tubuhnya. Bila cara ini telah dilakukan dengan benar dan
baik maka mayit bisa dikatakan telah dimandikan dan gugurlah kewajiban orang
yang hidup terhadap si mayit.
Kedua, yakni cara memandikan jenazah secara sempurna sesuai
dengan sunnah.
Syekh Salim menuturkan cara kedua ini dengan menjelaskan:
وأكمله ان يغسل سوأتيه وأن يزيل القذر من أنفه وأن يوضأه وأن يدلك بدنه بالسدر وأن يصب الماء عليه ثلاثا
Artinya: “Dan sempurnanya memandikan mayit adalah membasuh
kedua pantatnya, menghilangkan kotoran dari hidungnya, mewudlukannya, menggosok
badannya dengan daun bidara, dan mengguyunya dengan air sebanyak tiga kali.”
Secara teknis Dr. Musthafa Al-Khin menjelaskan cara kedua ini
sebagai berikut:
1. Mayit diletakkan di tempat yang sepi di atas tempat yang
tinggi seperti papan kayu atau lainnya dan ditutup auratnya dengan kain. Pada
masa sekarang ini di Indonesia sudah ada alat semacan keranda untuk memandikan
jenazah yang terbuat dari bahan uluminium atau stenlis.
2. Orang yang memandikan memposisikan jenazah duduk sedikit
miring ke belakang dengan ditopang tangan kanannya, sementara tangan kirinya
mengurut bagian perut jenazah dengan penekanan agar apa yang ada di dalamnya
keluar. Lalu yang memandikan membungkus tangan kirinya dengan kain atau sarung
tangan dan membasuh lubang depan dan belakang si mayit. Kemudian membersihkan
mulut dan hidungnya lalu mewudlukannya sebagaimana wudlunya orang hidup.
3. Membasuh kepala dan muka si mayit dengan menggunakan sabun
atau lainnya dan menyisir rambutnya bila memiliki rambut. Bila ada rambut yang
tercabut maka dikembalikan lagi ke asalnya untuk ikut dikuburkan.
4. Membasuh seluruh sisi kanan tubuh dari yang dekat dengan wajah,
kemudian berpindah membasuh sisi kiri badan juga dari yang dekat dengan wajah.
Kemudian membasuh bagian sisi kanan dari yang dekat dengan tengkuk, lalu
berpindah membasuh bagian sisi kiri juga dari yang dekat dengan tengkuk. Dengan
cara itu semua orang yang memandikan meratakan air ke seluruh tubuh si mayit.
Ini baru dihitung satu kali basuhan. Disunahkan mengulangi dua kali lagi
sebagaimana basuhan tersebut sehingga sempurna tiga kali basuhan. Disunahkan
pula mencampur sedikit kapur barus di akhir basuhan bila si mayit bukan orang
yang sedang ihram.
Syekh Nawawi dalam kitabnya Kâsyifatus Sajâ menuturkan
(Jakarta: Darul Kutub Islamiyah, 2008), disunahkan basuhan pertama dengan daun
bidara, basuhan kedua menghilangkan daun bidara tersebut, dan basuhan ketiga
dengan air bersih yang diberi sedikit kapur barus yang sekiranya tidak sampai
merubah air. Ketiga basuhan ini dianggap sebagai satu kali basuhan dan
disunahkan mengulanginya dua kali lagi seperti basuhan-basuhan tersebut.
Berikutnya siapakah yang boleh memandikan mayit?
Masih menurut Dr. Musthafa Al-Khin bahwa mayit laki-laki harus
dimandikan oleh orang laki-laki dan sebaliknya mayit perempuan harus dimandikan
oleh orang perempuan. Hanya saja seorang laki-laki boleh memandikan istrinya
dan seorang perempuan boleh memandikan suaminya.
Satu hal yang juga perlu diketahui, bahwa disyariatkannya
memandikan mayit adalah dalam rangka memuliakan dan membersihkannya. Ini wajib
dilakukan kepada setiap mayit Muslim kecuali orang yang mati syahid di dalam
peperangan. Wallahu a’lam. (Yazid Muttaqin)
Ilustrasi (via Pinterest)
Sebagaimana diketahui bahwa ada empat kewajiban yang mesti
dilakukan oleh orang yang masih hidup terhadap orang yang meninggal atau mayit.
Keempat kewajiban itu adalah memandikan, mengafani, menshalati, dan mengubur.
Memandikan mayit adalah proses yang pertama kali dilakukan
dalam memulasara jenazah sebagai tindakan memuliakan dan membersihkan tubuh si
mayit. Tentunya ada aturan dan tata cara tertentu yang mesti dilakukan dalam
memandikan mayit.
Para ulama menyebutkan ada dua cara yang bisa dilakukan dalam
memandikan mayit, yakni cara minimal dan cara sempurna.
Pertama, yakni cara minimal memandikan jenazah yang sudah
memenuhi makna mandi dan cukup untuk memenuhi kewajiban terhadap jenazah.
Secara singkat Syekh Salim bin Sumair Al-Hadlrami menuturkan
dalam kitabnya Safînatun Najâh (Beirut: Darul Minhaj, 2009):
أقل الغسل تعميم بدنه بالماء
Artinya: “Paling sedikit memandikan mayit adalah dengan
meratakan air ke seluruh anggota badan.”
Sedikit lebih rinci secara teknis cara ini dijelaskan oleh Dr.
Musthafa Al-Khin dalam kitab al-Fiqhul Manhaji (Damaskus: Darul Qalam,
2013) dengan menghilangkan najis yang ada di tubuh mayit kemudian menyiramkan
air secara merata ke tubuhnya. Bila cara ini telah dilakukan dengan benar dan
baik maka mayit bisa dikatakan telah dimandikan dan gugurlah kewajiban orang
yang hidup terhadap si mayit.
Kedua, yakni cara memandikan jenazah secara sempurna sesuai
dengan sunnah.
Syekh Salim menuturkan cara kedua ini dengan menjelaskan:
وأكمله ان يغسل سوأتيه وأن يزيل القذر من أنفه وأن يوضأه وأن يدلك بدنه بالسدر وأن يصب الماء عليه ثلاثا
Artinya: “Dan sempurnanya memandikan mayit adalah membasuh
kedua pantatnya, menghilangkan kotoran dari hidungnya, mewudlukannya, menggosok
badannya dengan daun bidara, dan mengguyunya dengan air sebanyak tiga kali.”
Secara teknis Dr. Musthafa Al-Khin menjelaskan cara kedua ini
sebagai berikut:
1. Mayit diletakkan di tempat yang sepi di atas tempat yang
tinggi seperti papan kayu atau lainnya dan ditutup auratnya dengan kain. Pada
masa sekarang ini di Indonesia sudah ada alat semacan keranda untuk memandikan
jenazah yang terbuat dari bahan uluminium atau stenlis.
2. Orang yang memandikan memposisikan jenazah duduk sedikit
miring ke belakang dengan ditopang tangan kanannya, sementara tangan kirinya
mengurut bagian perut jenazah dengan penekanan agar apa yang ada di dalamnya
keluar. Lalu yang memandikan membungkus tangan kirinya dengan kain atau sarung
tangan dan membasuh lubang depan dan belakang si mayit. Kemudian membersihkan
mulut dan hidungnya lalu mewudlukannya sebagaimana wudlunya orang hidup.
3. Membasuh kepala dan muka si mayit dengan menggunakan sabun
atau lainnya dan menyisir rambutnya bila memiliki rambut. Bila ada rambut yang
tercabut maka dikembalikan lagi ke asalnya untuk ikut dikuburkan.
4. Membasuh seluruh sisi kanan tubuh dari yang dekat dengan
wajah, kemudian berpindah membasuh sisi kiri badan juga dari yang dekat dengan
wajah. Kemudian membasuh bagian sisi kanan dari yang dekat dengan tengkuk, lalu
berpindah membasuh bagian sisi kiri juga dari yang dekat dengan tengkuk. Dengan
cara itu semua orang yang memandikan meratakan air ke seluruh tubuh si mayit.
Ini baru dihitung satu kali basuhan. Disunahkan mengulangi dua kali lagi
sebagaimana basuhan tersebut sehingga sempurna tiga kali basuhan. Disunahkan
pula mencampur sedikit kapur barus di akhir basuhan bila si mayit bukan orang
yang sedang ihram.
Syekh Nawawi dalam kitabnya Kâsyifatus Sajâ menuturkan
(Jakarta: Darul Kutub Islamiyah, 2008), disunahkan basuhan pertama dengan daun
bidara, basuhan kedua menghilangkan daun bidara tersebut, dan basuhan ketiga
dengan air bersih yang diberi sedikit kapur barus yang sekiranya tidak sampai
merubah air. Ketiga basuhan ini dianggap sebagai satu kali basuhan dan
disunahkan mengulanginya dua kali lagi seperti basuhan-basuhan tersebut.
Berikutnya siapakah yang boleh memandikan mayit?
Masih menurut Dr. Musthafa Al-Khin bahwa mayit laki-laki harus
dimandikan oleh orang laki-laki dan sebaliknya mayit perempuan harus dimandikan
oleh orang perempuan. Hanya saja seorang laki-laki boleh memandikan istrinya
dan seorang perempuan boleh memandikan suaminya.
Satu hal yang juga perlu diketahui, bahwa disyariatkannya
memandikan mayit adalah dalam rangka memuliakan dan membersihkannya. Ini wajib
dilakukan kepada setiap mayit Muslim kecuali orang yang mati syahid di dalam
peperangan. Wallahu a’lam. (Yazid Muttaqin)
Komentar
Posting Komentar